Damkarnews.com, BANJAR,- Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri kelas 1A Martapura menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap terdakwa pencabulan yang dikenal dengan inisial M.Rofi’i Alias Guru Fi’i, mantan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) di Martapura, Kabupaten Banjar, Serta denda Rp100 juta rupiah subsider 2 bulan kepada, namun apabila Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan pidana tambahan dua bulan penjara.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Leo Sukarno dalam sidang terbuka yang digelar Kamis (24/7/2025) malam, “Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana penjara 12 tahun serta denda Rp100 juta rupiah subsider dua bulan kurungan penjara,”
Vonis terhadap Abah Guru tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar yang menuntut selama 14 tahun penjara dan denda yang sama, subsider tiga bulan kurungan. Meski begitu, vonis ini tetap tersebut memberi efek jera oleh pihak korban.
Sementara itu, Rafiqah Fakhruddin sekalu hakim anggota, dalam pertimbangannya mengungkapkan perbuatan terdakwa dilakukan berulang kali sejak 2019 hingga 2025. Sedikitnya, lima santri anak di bawah umur menjadi korban “Terdakwa memanfaatkan relasi kuasa sebagai pimpinan Ponpes dan menjadikan lingkungan pendidikan sebagai sarana mencari korban, dengan dalih membuang sial atau kenahasan,”
Majelis Hakim menilai perbuatan terdakwa sangat tidak pantas, karena seharusnya menjadi teladan dalam mendidik moral dan spiritual. Bahkan korban nya sendiri bukan hanya anak-anak, tetapi juga santri dewasa yang ada di lingkungan Ponpes tersebut.
Tim kuasa hukum korban dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Martapura-Banjarmasin menyambut baik atas putusan ini. Hastati, selaku kuasa hukum korban, menyatakan bahwa pihaknya mengapresiasi keputusan hakim, meski vonis tersebut dinilai belum maksimal.
“Putusan ini cukup adil. Kami berharap menjadi preseden agar para pelaku pencabulan anak mendapat hukuman setimpal, Kami menganggap ini sebagai kado di Hari Anak Nasional.” ucapnya.
Hastati menambahkan, seharusnya terdakwa bisa dijatuhi hukuman maksimal hingga 15 tahun penjara karena statusnya sebagai tenaga pendidik, yang seharusnya menjadi faktor pemberat. Terkait ganti kerugian menyatakan pihaknya masih akan melakukan koordinasi lebih lanjut.
“Kami akan menggali lebih dalam mengenai kerugian yang dialami korban dan akan mengupayakan restitusi sesuai aturan hukum,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPPPA-KB Provinsi Kalimantan Selatan, Em Indriani Dwi Warastuti, menyampaikan bahwa penanganan korban secara langsung menjadi kewenangan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB). Kabupaten Banjar.
“Dari provinsi hanya bersifat koordinatif. Korban akan terus dipantau melalui visitum-visitum untuk memastikan kondisi psikologisnya tetap stabil dan tidak menimbulkan dampak perilaku negatif ke depannya,” jelas Em Indriani.
Dirinya menekankan pentingnya monitoring jangka panjang agar korban tidak mengalami trauma yang berujung pada perilaku menyimpang.
“Kadang tekanan yang dialami anak dapat berubah menjadi kebiasaan yang justru membuatnya meniru apa yang pernah dialami. Itu yang harus dicegah,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan Kepala UPTD PPA Kabupaten Banjar, Nopi Mekarsari. Ia memastikan bahwa kondisi korban saat ini masih dalam keadaan baik dan menunjukkan perilaku normal.
Tuntutan tersebut merujuk pada Pasal 82 Ayat (1) jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Foto : Radar Banjarmasin