Damkarnews.com, PENGARON,- Bekas pertambangan batu bara atau yang lebih dikenal oleh warga setempat Benteng Pengaron yang pertama dan berhasil dilakukan Belanda di wilayah Kalimantan, bahkan Indonesia, serta menjadi tambang batu bara tertua di Indonesia. Terletak di Desa Pengaron, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kasel).
Lokasi ini diresmikan oleh Pemerintah Hindia Belanda Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen pada 28 September 1849 dengan nama Tambang Batu bara Oranje Nassau (Benteng Emas), dimana seluruh hasil tambangnya digunakan untuk angkatan laut Belanda. Lokasi yang mempunyai luasan sekitar 169.6 m2 terletak diperbukitan Gunung Pangaron dan diapit oleh Sungai Riam Kiwa dan Maniapun, serta berdasarkan kejadian bumi (geologi) tersusun atas Formasi Tanjung yang berumur 65-36.5 juta tahun yang lalu (Eosen).
Tambang ini juga dulunya merupakan salah satu formasi batuan penghasil Batu bara yang berkualitas ini akhirnya tidak beroperasi lagi setelah terjadinya peristiwa Perang Banjar pada tahun 1859, Perang ini menandai awal dari perlawanan besar-besaran rakyat Banjar terhadap penjajah Belanda, yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Serangan laskar Pangeran Antasari terhadap tambang dan benteng di Pengaron pada dini hari menjadi titik balik penting dalam sejarah perlawanan rakyat Banjar. Pertempuran sengit yang terjadi hingga siang hari itu menewaskan banyak korban di kedua belah pihak, namun semangat juang rakyat Banjar tidak pernah surut.
Yuliannor, Juru Pelihara Benteng Oranje Nassau, saat ditemui di lokasi, pada Kamis (08/8/2024) mengatakan Benteng Oranje Nassau Pengaron ini merupakan tambang batu bara pertama di Indonesia yang dibangun pada 1848, atau sepuluh tahun lebih dulu sebelum Belanda membangun tambang batu bara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat.

“Lokasi ini telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya dengan nama Kawasan Cagar Budaya Tambang Oranje Nassau dan Perang Banjar Pengaron (Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya),” ujarnya.
Dirinya menjelaskan, Panjang terowongan tambang yang mencapai lima kilometer, menembus bagian bawah bukit di sekitar lokasi, menunjukkan betapa seriusnya usaha yang dilakukan oleh Belanda dalam mengeksploitasi sumber daya alam di wilayah Pengaron ini.
“Peristiwa perang Banjar yang berlangsung mulai tahun 1859 sampai dengan 1905 konon diawali dengan penyerbuan dan pengepungan pejuang-pejuang masyarakat Banjar, Pada pagi hari itu, sekitar 300 laskar yang dipimpin langsung oleh Pangeran Antasari menyerang tambang batubara dan benteng Belanda di Pengaron, mengakibatkan jatuhnya banyak korban di kedua belah pihak, karna pertempuran berlangsung higga siang hari,” tambahnya.
Dikatakanya, Komandan utama di Benteng dan tambang batu bara Oranje Nassau, Beeckman, sangat khawatir karena persediaan makanan sudah menipis. Dalam kondisi terdesak, Beeckman mengirim kurir untuk meminta bantuan, namun kurir tersebut berhasil dibunuh oleh laskar Pangeran Antasari.
“Pangeran Antasari berhasil menghancurkan benteng dan menewaskan sejumlah perwira Belanda dalam serbuan ini. Seakan menjadi penyemangat perjuangan Rakyat Banjar, sejak itulah konfrontasi pecah di mana-mana,” imbuhnya.
lebih lanjut dijelaskannya, Ketika keadaan di luar tambang dan benteng Belanda semakin tidak terkendali, dua puluh orang bersenjata parang menyelinap ke dalam pos dan benteng tambang batu bara Oranje Nassau Pengaron. Namun sayangnya, mereka diketahui oleh musuh, dan semuanya gugur terbunuh.

“Dalam situasi genting ini, Pangeran Antasari mengirim surat kepada Beeckman agar ia menyerah, namun pihak Belanda menolak,” lanjutnya.
Sehingga, lanjutnya, keberadaan Benteng ini menjadi sebuah saksi bisu yang maha penting dalam sejarah peperangan Kerajaan Banjar dengan pihak Belanda.
“Karena di lokasi inilah Pangeran Antasari pertama kali melakukan serangan ke pihak Belanda yang membuat peperangan Banjar meletus pertama kalinya,” pungka Yuliannor.
Pertambangan batu bara dengan sistim “underground”, telah memberi nuansa bagi dunia pertambangan dan tanggung jawab terhadap lingkungan, terutama dalam hal pemulihan atau tentang reklamasi.
Hal ini juga menandai tehnik yang tersedia diawal pertambangan teknologi masa Revolusi Industri. pembuatan terowongan dengan sistem boord and pilar, sekalipun memiliki ksulitan yang tinggi dan biaya yang besar.
Puncak produksi batu bara Oranje Nassau terjadi antara tahun 1954-1958, dengan melibatkan tenaga sebanyak 400 pekerja, atau sebelum meletusnya perlawanan Pangeran Antasari.