Damkarnews.com, MARTAPURA,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menyoroti Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjar karena dinilai rawan terjadi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Sorotan ini muncul setelah ditemukannya kejanggalan dalam pengelolaan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di bawah naungan Disdik tersebut.
Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan KPK, serta temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan, terungkap bahwa pengelolaan dana BOSP di sejumlah sekolah di Kabupaten Banjar belum sepenuhnya menerapkan transaksi nontunai.
Dari total 947 satuan pendidikan di bawah naungan Disdik Kabupaten Banjar, BPK menemukan adanya transaksi tunai di 360 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan 6 Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN). Transaksi ini dilakukan dengan mentransfer sebagian dana operasional ke rekening penampungan yang dibuat oleh Penanggung Jawab BOSP untuk keperluan belanja rutin. Bahkan, di 20 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan 1 sekolah kesetaraan negeri, transaksi dilakukan dengan penarikan tunai langsung dari rekening.
Dikonfirmasi terkait temuan ini, Sekretaris Disdik Kabupaten Banjar, Tisnohadi Harimurti, membenarkan adanya praktik tersebut. Ia menjelaskan bahwa pembuatan rekening penampungan itu bukan inisiatif Disdik, melainkan kebijakan masing-masing sekolah.
“Sesuai peraturan Kementerian Keuangan, penyaluran dana BOSP memang langsung ke satuan pendidikan atau sekolah. Idealnya, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS), proses belanja ke penyedia harus dilakukan secara nontunai,” jelas Tisnohadi saat ditemui di gedung DPRD pada Kamis (18/9/2025).
Tisnohadi menyebut, alasan di balik praktik ini adalah faktor geografis Kabupaten Banjar dan kebutuhan untuk mempermudah pembayaran belanja dengan nominal kecil, seperti Alat Tulis Kantor (ATK) atau tagihan listrik, terutama di wilayah yang jauh.
“Karena lokasi yang jauh dan tidak ada konter resmi yang bisa menerima pembayaran tagihan listrik secara nontunai, dana pada rekening sekolah ditransfer ke rekening Penanggung Jawab BOSP untuk dicairkan. Padahal, seharusnya langsung ditransfer ke penyedia,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut dari temuan BPK, Tisnohadi menegaskan bahwa rekening penampungan tersebut tidak akan lagi digunakan mulai tahun ini.
“Karena ada temuan dari BPK bahwa dana BOSP dibelanjakan secara tunai dan secara prinsipnya harus satu rekening, tahun ini rekening Penanggung Jawab BOSP tidak dipergunakan lagi sebagai tindak lanjutnya. Sedangkan untuk belanja dengan nilai besar, dari awal sudah secara nontunai. Jadi yang nilainya kecil-kecil saja,” ujarnya.
Sesuai dengan Peraturan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 8 Tahun 2025, dana BOSP disalurkan langsung ke rekening satuan pendidikan. Dengan demikian, Tisnohadi memastikan tidak ada dana BOSP yang mampir ke Disdik Kabupaten Banjar.
“Rilis KPK itu benar berdasarkan hasil temuan BPK. Sedangkan untuk total dana BOSP yang diterima sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) datanya ada di kantor, karena saya tidak hafal angkanya,” terang Tisnohadi.