Damkarnews.com, TAPIN,- PT Antang Gunung Meratus (PT AGM) terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga kedaulatan wilayah konsesi dari ancaman Penambangan Tanpa Izin (PETI). Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah pemasangan papan imbauan bertuliskan “Dilarang Menambang Tanpa Izin” di wilayah Blok 2, kawasan yang kerap menjadi titik rawan aktivitas tambang ilegal yang tidak hanya merugikan perusahaan, tetapi juga mencemari lingkungan.
Pemasangan papan ini merupakan bagian dari strategi pengamanan berlapis yang dilakukan PT AGM melalui Satgas PETI PT AGM, tim khusus yang dibentuk secara internal untuk membantu pengawasan dan penegakan aturan di wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) perusahaan. Satgas ini aktif berkoordinasi dengan aparat penegak hukum serta melakukan pemantauan dan patroli rutin di area-area rawan, termasuk di Blok 2.
Langkah ini juga merupakan bentuk pelaksanaan arahan langsung dari Jendral Polisi Purn Badrodin Haiti, selaku Komisaris PT AGM, yang menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hukum di area konsesi resmi perusahaan.
“Sesuai dengan arahan dari Bapak Jendral Polisi Purn Badrodin Haiti selaku Komisaris PT AGM, kami diperintahkan untuk menindak secara serius segala bentuk aktivitas tambang ilegal. Tidak ada toleransi. Kami akan memproses setiap pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah PKP2B kami secara tegas dan terukur,” tegas Suhardi, Advokat PT AGM, Kamis (24/7/2025).
Dalam kegiatan tersebut turut hadir Kompol Rokhim, selaku Perwira Pengendali (Padal) Pamobvit Polda Kalimantan Selatan (Kalsel), yang menyatakan bahwa pemasangan papan imbauan merupakan langkah awal yang disertai tindakan nyata di lapangan.
“Wilayah Blok 2 ini bukanlah tanah kosong yang bisa dimasuki siapa saja. Ini adalah wilayah konsesi sah PT AGM yang dilindungi secara hukum. Kami dari jajaran Pamobvit Polda Kalsel, bersama Satgas PETI PT AGM, aktif melakukan patroli terjadwal, inspeksi mendadak, hingga penindakan terhadap pelaku tambang ilegal,” ungkap Kompol Rokhim.
Ia menambahkan bahwa papan-papan tersebut tidak hanya sebagai simbol larangan, namun bagian dari sistem pengamanan dan peringatan keras kepada siapa pun yang masih mencoba masuk dan melakukan aktivitas tanpa izin.

“Kami tidak hanya bicara soal pengawasan pasif, tapi ini adalah bentuk aksi langsung. Siapa pun yang masih nekat melakukan penambangan tanpa izin, akan kami proses secara hukum. Ini kejahatan serius, dan kami tidak akan memberikan ruang untuk kompromi,” tambahnya.
Satgas PETI PT AGM, lanjutnya, dibentuk sebagai garda terdepan internal perusahaan yang bertugas menjaga kedaulatan wilayah konsesi, sekaligus memperkuat sinergi dengan aparat kepolisian, TNI, Denpom, dan Polhut. Satgas ini dilengkapi dengan pelatihan dasar pengamanan, pemetaan wilayah rawan, serta protokol pelaporan cepat untuk memastikan bahwa tindakan preventif dan represif dapat dijalankan secara tepat sasaran.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT. Agm Adv.Suhardi, S.H,.M.H juga menjelaskan bahwa penindakan terhadap PETI mengacu pada landasan hukum yang sangat jelas, yaitu Pasal 158 dan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah.”
“Ini bukan pelanggaran ringan atau kesalahan administratif. Ini adalah tindak pidana yang merusak tatanan hukum negara, mengganggu kegiatan ekonomi resmi, dan menimbulkan kerusakan ekologis. PT AGM akan memproses semua pelaku sesuai ketentuan hukum, termasuk siapa pun yang terbukti memprovokasi atau mengarahkan masyarakat untuk terlibat dalam PETI,” tegasnya.
Selain langkah hukum dan pengamanan, PT AGM juga terus mengedepankan pendekatan sosial melalui dialog dengan masyarakat. Perusahaan membuka ruang kemitraan dan edukasi, namun tetap pada prinsip taat hukum dan tidak memberi ruang terhadap pelanggaran.
“Kami sadar, menjaga wilayah konsesi tidak cukup hanya dengan larangan dan patroli. Harus ada kesadaran hukum dari masyarakat. Oleh karena itu, kami aktif melakukan sosialisasi, membangun komunikasi dengan tokoh lokal,” jelas Suhardi.